Mengapa Alquran Perlu & Harus
Dihafal? (bagian 1)
Mengapa
Al Quran perlu dan harus dihafal? Mungkin pertanyaan ini pernah dibetik dalam
diri kita. Bukankah mushaf (kumpulan lembaran) Al-Quran sudah banyak
jumlahnya dan mudah didapatkan?

Sejarah
telah mencatat bahwa al-Qur’an telah dibaca oleh jutaan manusia sejak dulu
sampai sekarang. Para penghafal al-Qur’an adalah orang-orang yang dipilih Allah
sepanjang sejarah kehidupan manusia untuk menjaga kemurnian al-Qur’an dari
usaha-usaha pemalsuannya, sesuai dengan jaminan Allah dalam firman,
“Sesungguhnya telah Kami turunkan Adz Dzikra (Al Qur’an) dan Kami-ah
yang benar-benar menjaganya” (QS. Al Hijr 9).
Jawaban
di atas hanya dapat dipahami dan diterima dengan hati yang puas oleh orang yang
menyadari dari hakikat Al-Qur’an itu sendiri. Al Qur’an dihafal karena:
1.
Al Qur’an adalah manhajul hayah (pedoman hidup) bagi seluruh manusia.
Allah
berfirman, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara haq dan bathil)…“ (QS. Albaqarah 185).
Hifzhul
Quran
(menghafal Al Quran) merupakan upaya mengakrabkan orang-orang yang beriman
dengan kitab sucinya sehingga ia tidak buta terhadap kitab sucinya. Terbukti
dengan masih langkanya nilai-nilai Al Qur’an yang membudaya dan menyatu dalam
kehidupan saat ini. Banyak muslimah yang masih terbuka auratnya, angka aborsi
yang masih memprihatinkan, meningkatnya penderita HIV/AIDS akibat seks bebas
atau narkoba atau tingkat korupsi yang cukup tinggi jelas membuktikan jauhnya
nilai alquran dalam diri umat. Ini hanya contoh dari sekian banyak ajaran Al
Qur’an yang belum dilaksanakan oleh jutaan kaum muslimin, baik di negeri ini
maupun di negeri-negeri lainnya.
2.
Al Qur’an adalah ruh bagi orang-orang yang beriman
Firman
Allah, “Dan demikianlah kami wahyukan Ruh (Al Qur’an) dengan perintah
Kami” (QS. Asy Syura 52).
Sayyid
Quthub (tokoh dakwah Mesir, wafat 1966) mengatakan, “Di dalamnya (Al Quran)
terdapat kehidupan, yang dapat menyebarkan, mendorong, menggerakan, dan
mengembangkan kehidupan di dalam hati dan realita aktivitas yang dapat
disaksikan” (dalam Tafsir Fi Dzilalil Quran, Juz 5 hal. 3171).
Orang-orang
yang menghafalkan Al Qur’an sesungguhnya bukanlah sedang menghafal kata-kata
yang tidak memiliki misi khusus, sebagaimana orang yang menghafalkan
syair-syair. Namun sesungguhnya mereka sedang menghafalkan sesuatu yang
memberikan kehidupan pada jiwa, akal bahkan jasadnya. Imam Hasan Al Banna
(tokoh dakwah Mesir, wafat 1949) memberi gelar kepada para dai yang benar-benar
komitmen terhadap Al Qur’an sebagai ruh, lewat kalimat, “Kalian adalah ruh baru
dalam tubuh umat ini.”
Orang-orang
munafik yang enggan berjihad, sebenarnya bukan karena tubuhnya yang sakit atau
uzur, melainkan karena ruhnya yang lemah dan tidak memiliki kemauan. Allah
menggambarkan bahwa sesungguhnya tubuh mereka sehat dan menakjubkan, “Dan
apabila kamu melihat tubuh mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum.
Dan jika mereka berkata kamu mendengar perkataan mereka. Mereka adalah
seakan-akan kayu yang bersandar.” (QS. Al Munafiqun 4). “Tong kosong nyaring
bunyinya.” Itulah sifat orang munafik dalam kehidupannya.
3.
Al Qur’an sebagai Ad Dzikra (peringatan)
Firman
Allah, “…Maka berilah peringatan dengan Al Quran orang yang takut kepada
ancaman-Ku” (QS. Qaaf 45).
Al
Qur’an memiliki kemampuan untuk menggerakkan dan menggetarkan hati manusia yang
hidup dan takut terhadap apa yang akan dihadapi di akhirat nanti, berupa
ancaman yang dijanjikan Allah dalam Al Qur’an bagi orang yang berpaling dari
peringatannya (dalam terjemahan bebas dari penafsiran Sayyid Quthb, juz 6 hal
3367).
Contoh
paling masyhur adalah proses Islamnya Umar bin Khaththab. Walau punya watak yang
keras & temperamental, Umar bergetar hatinya begitu mendengar bacaan ayat,
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah); yaitu
diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu)
Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua
yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua
yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia
mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama
yang baik)” (QS. Thaahaa 1-8).
Ketika
sampai ayat ke-14, Umar yang semula hendak menghajar adik perempuan beserta
suaminya berangsur-asur melunak. Lantas ia berkata, “Betapa mulia dan indahnya
ucapan ini. Tunjukkan padaku dimana Muhammad.” Kemudian ia mengucap syahadat di
depan Rasulullah saw.
Karena
itu, sudah seharusnya Al Qur’an perlu untuk dibaca berulang-ulang sampai hafal
oleh orang-orang yang beriman. Dengan demikian, mereka secara kontinyu
mendapatkan peringatan dari Allah dan lebih banyak hidup bersama ayat-ayat-Nya.
4.
Al Qur’an sebagai inspirasi pengetahuan alam
Sesuai
sifat Allah sendiri sebagai Maha Pencipta dan Maha Mengetahui, sudah sewajarnya
jika Al Qur’an sarat dengan ilmu pengetahuan. Penghafal Al Qur’an sesungguhnya
adalah orang yang otaknya penuh dengan informasi-informasi Allah baik rinci
maupun global.
Bagaimana
misalnya Alquran mendeskripsikan secara detil salah satu keadaan laut
sebagaimana firman-Nya marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun
laa yabghiyaan ‘Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas
yang tidak boleh ditembus’ (QS. Ar Rahman 19-20).
Al
Qur’an sebagai manhajul hayah juga menjelaskan tema pendidikan, ekonomi,
dan politik. Sedangkan dari segi iptek didalamnya banyak isyarat tentang ilmu
Fisiologi, Astronomi, kedokteran bahkan ruang angkasa. Isyarat-isyarat ini telah
berhasil dituangkan ke dalam karya tulis yang ditulis oleh Dr. Muhammad Al
Khatib dalam bukunya yang berjudul Sains, Islam dan Kemukjizatan
Dunia. Begitu juga Asy Syaikh Thanthawi dalam Tafsirnya Al Jawahir
dan Asy Syaikh Azzindani.(bersambung).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar